AJARAN SUNAN KALIJAGA TENTANG MAKRIFAT DALAM SULUK
LINGLUNG 3827
Dalam berbagai literatur sejarah
Islam di Indonesia Walisongo merupakan profil wali yang mempunyai peranan
penting dalam perkembangan Islam di Nusantara. Ini dibuktikan dengan berbagai
macam prasasti ataupun bangunan-bangunan sejarah yang dibangun oleh para Wali. Di
Demak misalnya, terdapat masjid kuno (Masjid Agung Demak) yang merupakan masjid
tertua dalam sejarah penyebaran agama Islam di Jawa
Salah satu anggota Walisongo yang
memiliki inisiatif untuk lebih bersikap fleksibel dengan tidak menghilangkan
budaya dan kepercayaan masyarakat yang telah ada dan terbangun cukup lama
adalah Sunan Kalijaga. Hal itu ditunjukkan ketika dalam suatu permusyawaratan,
Sunan Kalijaga berpendapat (mengusulkan) bahwa untuk menyebarkan agama Islam,
adat istiadat di Jawa seperti selametan, sesaji dan kegemaran orang Jawa
(wayang) supaya dibiarkan jalan terus tetapi bersamaan dengan itu diisi dengan
ajaran-ajaran keislaman (dengan cara tutwuri hangiseni).
Salah seorang dari keturunan dekat
Sunan Kalijaga (Iman Anom) menyadari akan pentingnya eksistensi ajaran-ajaran
Sunan Kalijaga yang bersifat universal dalam kitab Duryat. Oleh karena itu, ia
mencoba untuk menggubah dan memaparkan isi dari kitab tersebut melalui tata
bahasa yang dirangkai sendiri dengan tujuan agar lebih mudah dipahami oleh
masyarakat pada masanya. Melalui usaha maksimal tersebut, keinginan itu
terwujud dalam penulisan Suluk Linglung Sunan Kalijaga pada tahun 1884 M atau
1806 caka. Dan kemudian suluk tersebut ditransliterasikan ke dalam huruf latin
dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Drs. Muhammad Khafid Kasri,
dkk.
Makrifat ataupun juga pengertian
manunggaling kawula Gusti yang ada dalam setiap jantung wahyu menjadi bentuk
perpaduan yang paling sempurna yang dapat ditemukan dalam agama Islam.
Perpaduan antara aktifitas lahir dan batin, untuk menuju hakikat hidup yang
sebenarnya.
Kebutuhan untuk mengenal dan
berinteraksi kepada sang Khaliq merupakan suatu kebutuhan yang urgen seperti
halnya kebutuhan makanan, pakaian dan tempat tinggal. Semua aktifitas spiritual
itu dalam rangka menjadikan manusia untuk menjadi manusia yang "utuh"
(insan kamil). Hidup yang seimbang dalam gerak irama menuju Tuhan dengan
ketakwaan dari si pencari hakekat kehidupan.
0 komentar:
Posting Komentar